Selasa, 31 Maret 2015

Bentuk-Bentuk Perusahaan

       I.            BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN
1.      Perusahaan Perseorangan
2.      Perusahaan yang tidak Berbadam Hukum :
a)      Persekutuan Perdata
b)      Firma
c)      CV
3.      Perusahaan yang Berbadan Hukum :
a)      Perseroan Terbatas (PT)
b)      Koperasi
c)      Perusahaan Umum
d)     Perusahaan Perseroan (Persero)

    II.            Perusahaan Bukan Badan Hukum
·         Perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama
·         Dapat menjalankan usaha di bidang perekonomian (perindutrian, perdagangan, dan perjasaan)

 III.            Perusahaan Badan Hukum
·         Memiliki kekayaan tersendiri (terpisah)
·         Ada tujuan tertentu
·         Memiliki interest
·         Anggaran dasar yang disahkan oleh pemerintah
·         Adanya organisasi yang teratur

 IV.            Pengaturan Bentuk Hukum Perusahaan
·         Bentuk hukum perusahaan yang sudah diatur dalam perundang-undangan adalah :
a.       Persekutuan perdata   KUHPerdata
b.      Firma dan CV  KUHD
c.       Perseroan Terbatas   UU No. 40 Tahun 2007
d.      Koperasi   UU No. 25 Tahun 1992
e.       BUMN   UU No. 19 Tahun 2003
f.       Bentuk hukum perusahaan perseorangan belum diatur dalam UU, tetapi eksistensinya diakui pemerintah dalam praktik perushaan



    V.            Perusahaan Perseorangan
Perusahaan perseorangan merupakan bentuk badan usaha yang hanya dimiliki oleh satu orang dan menanggung seluruh resiko secara pribadi. Manajemen perusahaan dikelola oleh pemilik, bahkan terkadang jabatan-jabatan tertentu seperti: direktur, manajer, atau bahkan sekaligus pelaksana harian di perusahaan tersebut dilakukan oleh pemilik.
Perusahaan perseorangan memiliki struktur yang sederhana dengan kepemilikan tunggal serta memiliki tanggung jawab tidak terbatas terhadap seluruh utang perusahaan. Artinya, apabila harta kekayaan perusahaan tidak mencukupi untuk membayar kewajibannya maka akan digunakan harta milik pribadi guna melunasi utang-utang perusahaan.
Adapun keuntungan yang diperoleh jika memilih perusahaan perseorangan adalah sebagai berikut:
1.      Pendirian perusahaan perseorangan sangat mudah dan tidak berbelit-belit;
2.      Perusahaan perseorangan cocok untuk usaha yang relatif kecil atau mereka yang memiliki modal dan bidang usaha yang terbatas;
3.      Tidak terlalu memerlukan akta formal (akta notaris), sehingga pemilik tidak perlu mengeluarkan biaya yang berlebihan;
4.      Memilki keleluasaan dalam hal mengambil keputusan, baik menentukan arah perusahaan atau hal-hal yang berkaitan dengan keuangan perusahaan;
5.      Dalam hal peraturan, tidak terlalu banyak peraturan pemerintah yang mengatur perusahaan jenis ini, sehingga pemilik bebas melakukan aktivitasnya;
6.      Dalam hal pajak pemilik tidak perlu membayar pajak badan, namun semua pendapatan tetap harus bayar pajak perorangan; dan semua keuntungan menjadi milik pemilik dan dapat digunakan secara bebas oleh pemilik.
Sementara itu, keterbatasan atau kerugian perusahaan perorangan antara lain dalam hal:
1.      Permodalan – Lebih sulit memperoleh modal, yang artinya jika perusahaan perorangan ingin mendapatkan tambahan modal atau investasi dari perbankan relatif sulit, terutama untuk jumlah yang besar.
2.      Ikut tender – Perusahaan perorangan relatif sulit mengikuti tender, karena kesulitan untuk memenuhi persyaratan kelengkapan dokumen dan jumlah dana yang tersedia.
3.      Tanggung jawab – Pemilik perusahaan perseorangan bertanggung jawab terhadap utang perusahaan secara penuh.
4.      Kelangsungan hidup – Biasanya kelangsungan hidup atau umur perusahaan relatif lebih singkat. Hal ini disebabkan sulitnya mencari pengganti        pemilik perusahaan apabila pemilik meninggal dunia, sehingga terjadi kevakuman yang menyebabkan kelangsungan hidup perusahaan berakhir.
5.      Sulit berkembang – Perusahaan akan sulit berkembang jika menggunakan badan usaha perseorangan. Hal ini dikarenakan kesulitan dalam mengelola usaha yang hanya berada dalam satu tangan. Sehingga jika ingin memperbesar perusahaan harus mengubah badan usahanya terlebih dahulu.
6.      Administrasi yang tidak terkelola secara baik
 VI.            Perusahaan Persekutuan
Perusahaan persekutuan adalah badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau lebih yang secara bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan usaha. Untuk mendirikan badan usaha persekutuan membutuhkan izin khusus pada instansi pemerintah yang terkait.
Kelebihan :
1.      Modal dan kerugian ditanggung bersama
2.      Tercipta spesialisasi
Kekurangan :
1.      Tanggung jawab terbatas
2.      Laba dibagi sesuai dengan jumlah pemilik
3.      Pengendalian perusahaan juga terbagi di antara pemilik
Bentuk-bentuk perusahaan persekutuan :
1.      Perusahaan Persekutuan Bukan Berbadan Hukum, yaitu Firma dan CV
2.      Perusahaan Persekutuan Berbadan Hukum, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan dan BUMN
Firma
Firma adalah suatu bentuk persekutuan usaha yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya.
Firma bukalah badan hukum sehingga akta pendiriannya tidak memerlukan pengesahan dari Departemen Kehakiman RI. Pendirian, pengaturan dan pembubaran Firma diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).
Persekutuan Komanditer / CV
Persekutuan Komanditer / CV / Commanditaire Vennotschaap adalah suatu bentuk badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya.
Perseroan Terbatas / PT

Perseroan Terbatas / PT / Korporasi / Korporat adalah organisasi usaha yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan.

HUKUM PERIKATAN DAN PERJANJIAN

HUKUM PERIKATAN
Definisi
Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak
dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang
lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu :
1. hubungan hukum ;
2. kekayaan ;
3. pihak-pihak, dan
4. prestasi.
Apakah maksudnya? Maksudnya ialah terhadap hubungan yang terjadi dalam lalu lintas
masyarakat, hukum meletakkan “hak” pada satu pihak dan meletakkan “kewajiban” pada
pihak lainnya. Apabila satu pihak tidak mengindahkan atau melanggar hubungan tadi,
lalu hukum memaksakan supaya hubungan tersebut dipenuhi atau dipulihkan. Untuk
menilai suatu hubungan hukum perikatan atau bukan, maka hukum mempunyai ukuran-
ukuran (kriteria) tertentu.
Hak perseorangan adalah hak untuk menuntut prestasi dari orang tertentu, sedangkan hak
kebendaan adalah hak yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Intisari dari
perbedaan ini ialah hak perseorangan adalah suatu hak terhadap seseorang, hak
kebendaan adalah hak suatu benda. Dulu orang berpendapat bahwa hak perseorangan
bertentangan dengan hak kebendaan. Akan tetapi didalam perkembangannya, hak itu
tidak lagi berlawanan, kadang- kadang bergandengan, misalnya jual- beli tidak
memutuskan sewa (pasal 1576 KUH Perdata).
Sumber Hukum Perikatan
Sumber hukum perikatan adalah sebagai berikut :
1. Perjanjian ;
2. Undang- undang, yang dapat dibedakan dalam bentuk:
undang- undang semata- mata;
undang- undang karena perbuatan manusia yang
Halal
Melawan hukum
3. Jurisprudensi
4. Hukum tertulis dan tidak tertulis
5. Ilmu pengetahuan hukum
3. Jenis Perikatan
Perikatan dibedakan dalam berbagai- bagai jenis :
1. Dilihat dari objeknya
a.       Perikatan untuk memberikan sesuatu;
b.      Perikatan untuk berbuat sesuatu;
c.       Perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.
Perikatan untuk memberi sesuatu (geven) dan untuk berbuat sesuatu (doen)
dinamakan perikatan positif dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu (niet doen)
dinamakan perikatan negatif;
a.       perikatan mana suka (alternatif);
b.      perikatan fakultatif;
c.       perikatan generik dan spesifik;
d.      perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (deelbaar dan
ondeelbaar);
e.       perikatan yang sepintas lalu dan terus- menerus (voorbijgaande dan
voortdurende).
2. Dilihat dari subjeknya, maka dapat dibedakan
a.       perikatan tanggung- menanggung (hoofdelijk atau solidair) ;
b.      b.perikatan pokok dan tambahan ( principale dan accessoir) ;
3. Dilihat dari daya kerjanya, maka dapat dibedakan:
a.       perikatan dengan ketetapan waktu;
a.       b.perikatan bersyarat.
Apabila diatas kita berhadapan dengan berbagai jenis perikatan sebagaimana yang
dikenal Ilmu Hukum Perdata, maka undang- undang membedakan jenis perikatan sebagai
berikut:
1. Perikatan untuk memberi sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu;
2. Perikatan bersyarat;
3. Perikatan dengan ketetapan waktu;
4. Perikatan mana suka (alternatif);
5. Perikatan tanggung- menanggung (hoofdelijk, solidair);
6. Perikatan dengan ancaman hukuman.

HUKUM PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW).
Syarat sahnya Perjanjian
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW
yaitu :
1.      sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan mengenai hakekat
barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak
lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang
tersebut; adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut
ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai
kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap
perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut,
dapat diajukan pembatalan.
2.      cakap untuk membuat perikatan;
Para pihak mampu membuat suatu perjanjian. Kata mampu dalam hal ini adalah
bahwa para pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan karena prerilaku
yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarang
membuat suatu perjanjian.
3.      Suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka
perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-
barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan
berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
4.      Suatu sebab atau causa yang halal.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat.
Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan
lain oleh undang-undang.

Akibat Perjanjian
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak
(perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi
kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak
yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu
perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak,
atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.

Berakhirnya Perjanjian
Perjanjian berakhir karena :
·         ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
·         undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian;
·         para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa

·         tertentu maka persetujuan akan hapus;

Subjek dan Objek dalam HUKUM

SUBJEK HUKUM
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu bertitik tolak dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi).

Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum. 1. Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun,

ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. seperti: 1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, atau belum menikah. 2. Orang yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros. 2. Badan Hukum (recht persoon)

Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.

OBJEK HUKUM
Objek hukum adalah segal sesuatu yang berada di dalam peraturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh Subjek Hukum berdaarkan hak dankewajiban yang dimiliki atas Objek hukum juga berguna bagi subjek hukum atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepenting para subjek hukum.
·         Jenis-Jenis Objek Hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH perdata :
1.      Benda yang berdsifat kebendaan
Suatu benda yang dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indra, terdiri atas benda berubah atau benda berwujud.
2.      Benda yang bersifat tidak kebendaan

Suatu benda yang dirasakan oleh panca indara saja dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan contohnya merek perusahaan, hak paten, dan ciptaan